Siapakah
Gajahmada
Siapakah Gajahmada? Ada masalah apa
yang bergelayut dalam kepribadiannya selama ini? Sekelompok orang telah
membuat waswas para pembesar dayak, itu adalah kelompok pendatang dari
negeri China, kedatangan mereka yang berambisi menguasai atau menguras
kekayaan Kalimantan bagian barat itu membuat para sesepuh harus
mengadakan rapat penting diantara mereka, akhirnya diputuskan untuk
mengutus Patih Gajah Mada ke Jawa untuk memperkuat Majapahit
satu-satunya kerajaan yang dipandang mampu mengimbangi kekuatan kelompok
China itu kelak.Gajah Mada yang memiliki dendam pribadi terhadap
bapaknya yang pedagang China yang telah menelantarkan ibunya begitu saja
segera menerima tugas berat ini.
Gajah Mada asli orang Dayak yang berasal
dari Kalimantan Barat, asal usul kampungnya yaitu di Kecamatan Toba
(Tobag), Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat (saat ini) Gajah Mada
adalah orang Dayak, hal itu berkaitan dengan kisah tutur tinular
masyarakat Dayak Tobag, Mali, Simpang dan Dayak Krio yang menyatakan
Gajah Mada adalah orang Dayak. Ada sedikit perubahan nama dari Gajah
Mada pada Dayak Krio menjadi Jaga Mada bukan Gajah Mada namun Dayak
lainnya menyebutnya dengan Gajah Mada.
Sebutan itu sudah ada sejak lama dan
Gajah Mada dianggap salah satu Demung Adat yang hilang. Sebenarnya ia
diutus raja-raja di Kalimantan. Ia berasal dari sebuah kampung di
wilayah Kecamatan Toba (saat ini). Dalam kisah Patih Gumantar Dayak
Kanayatn (Dayak Ahe) Kalimantan Barat bahwa Patih Gajah Mada adalah
saudaranya Patih Gumantar, mereka ada 7 bersaudara. (Baca Buku,
Mencermati Dayak Kanyatan)
Satu lagi soal nama Patih Gajah Mada
bahwa gelar Patih itu sendiri hanya ada di Kalimantan khususnya Kalbar
dan satu-satunya patih di Jawa adalah Gajah Mada itu sendiri, tidak ada
patih lain dan itu membuktikan bahwa gelar "Patih" berasal dari silsilah
kerajaan di Kalimantan bukan dari Jawa.
Memang sejak abad ketiga, pelaut China
telah berlayar ke Indonesia untuk melakukan perdagangan sekaligus
berupaya menjajah negeri yang disinggahinya. Rute pelayaran menyusuri
pantai Asia Timur dan pulangnya melalui Kalimantan Barat dan Filipina
dengan mempergunakan angin musim.
Pada abad ketujuh, hubungan Tiongkok
dengan Kalimantan Barat sudah sering terjadi, tetapi belum menetap.
Imigran dari China kemudian masuk ke Kerajaan Sambas dan Mempawah dan
terorganisir dalam kongsi sosial politik yang berpusat di Monterado dan
Bodok dalam Kerajaan Sambas dan Mandor dalam Kerajaan Mempawah.
Pasukan Khubilai Khan di bawah pimpinan
Ike Meso, Shih Pi dan Khau Sing dalam perjalanannya untuk menghukum
Kertanegara, singgah di kepulauan Karimata yang terletak berhadapan
dengan Kerajaan Tanjungpura. Karena kekalahan pasukan ini dari angkatan
perang Jawa dan takut mendapat hukuman dari Khubilai Khan, kemungkinan
besar beberapa dari mereka melarikan diri dan menetap di Kalimantan
Barat.
Pada tahun 1407, di Sambas didirikan
"Muslim/Hanafi" (tanda kutip) - Chinese Community. Tahun 1463 laksamana
Cheng Ho, seorang Hui dari Yunan, atas perintah Kaisar Cheng Tsu alias
Jung Lo (kaisar keempat dinasti Ming) selama tujuh kali memimpin
ekspedisi pelayaran ke Nan Yang. Beberapa anak buahnya ada yang kemudian
menetap di Kalimantan Barat dan membaur dengan penduduk setempat.
Mereka juga membawa ajaran Islam yang mereka anut.
Di abad ke-17 hijrah bangsa China ke
Kalimantan Barat menempuh dua rute yakni melalui IndoChina - Malaya -
Kalimantan Barat dan Borneo Utara - Kalimantan Barat. Tahun 1745, orang
China didatangkan besar-besaran untuk kepentingan perkongsian, karena
Sultan Sambas dan Panembahan Mempawah menggunakan tenaga-tenaga orang
China sebagai wajib rodi dipekerjakan di tambang-tambang emas.
Kedatangan mereka di Monterado membentuk kongsi Taikong (Parit Besar)
dan Samto Kiaw (Tiga Jembatan).
Tahun 1770, orang-orang China
perkongsian yang berpusat di Monterado dan Bodok berperang dengan suku
Dayak yang menewaskan kepala suku Dayak di kedua daerah itu. Sultan
Sambas kemudian menetapkan orang-orang China di kedua daerah tersebut
hanya tunduk kepada Sultan dan wajib membayar upeti setiap bulan, bukan
setiap tahun seperti sebelumnya. Tetapi mereka diberi kekuasaan mengatur
pemerintahan, pengadilan, keamanan dan sebagainya. Semenjak itu
timbullah Republik Kecil yang berpusat di Monterado dan orang Dayak
pindah ke daerah yang aman dari orang China.
Pada Oktober 1771 kota Pontianak
berdiri. Tahun 1772 datang seorang bernama Lo Fong (Pak) dari kampung
Shak Shan Po, Kunyichu, Kanton membawa 100 keluarganya mendarat di
Siantan, Pontianak Utara. Sebelumnya di Pontianak sudah ada kongsi Tszu
Sjin dari suku Tio Ciu yang memandang Lo Fong sebagai orang penting.
Mandor dan sekitarnya juga telah didiami suku Tio Ciu, terutama dari
Tioyo dan Kityo. Daerah Mimbong didiami pekerja dari Kun-tsu dan Tai-pu.
Seorang bernama Liu Kon Siong yang tinggal dengan lebih dari lima ratus
keluarganya mengangkat dirinya sebagai Tai-Ko di sana. Di San Sim
(Tengah-tengah Pegunungan) berdiam pekerja dari daerah Thai-Phu dan
berada di bawah kekuasaan Tong A Tsoi sebagai Tai-Ko.
Lo Fong kemudian pindah ke Mandor dan
membangun rumah untuk rakyat, majelis umum (Thong) serta pasar. Namun ia
merasa tersaingi oleh Mao Yien yang memiliki pasar 220 pintu, terdiri
dari 200 pintu pasar lama yang didiami masyarakat Tio Tjiu, Kti-Yo, Hai
Fung dan Liuk Fung dengan Tai-Ko Ung Kui Peh dan 20 pintu pasar baru
yang didiami masyarakat asal Kia Yin Tju dengan Tai-Ko Kong Mew Pak. Mao
Yien juga mendirikan benteng Lan Fo (Anggrek Persatuan) dan mengangkat 4
pembantu dengan nama Lo-Man. Lo Fong kemudian mengutus Liu Thoi Ni
untuk membawa surat rahasia kepada Ung Kui Peh dan Kong Mew Pak,
sehingga mereka terpaksa menyerah dan menggabungkan diri di bawah
kekuasaan Lo Fong tanpa pertumpahan darah. Lo Fong kemudian juga merebut
kekuasaan Tai-Ko Liu Kon Siong di daerah Min Bong (Benuang) sampai ke
San King (Air Mati).
Lo Fong kemudian menguasai pertambangan
emas Liu Kon Siong dan pertambangan perak Pangeran Sita dari Ngabang.
Kekuasaan Lo Fong meliputi kerajaan Mempawah, Pontianak dan Landak dan
disatukan pada tahun 1777 dengan nama Republik Lan Fong.
Tahun 1795 Lo Fong meninggal dunia dan dimakamkan di Sak Dja Mandor. Republik yang setiap tahun mengirim upeti kepada Kaisar Tiongkok ini pun bubar. Oleh orang China Mandor disebut Toeng Ban Lit, daerah timur dengan 1000 undang-undang .
Tahun 1795 Lo Fong meninggal dunia dan dimakamkan di Sak Dja Mandor. Republik yang setiap tahun mengirim upeti kepada Kaisar Tiongkok ini pun bubar. Oleh orang China Mandor disebut Toeng Ban Lit, daerah timur dengan 1000 undang-undang .
Tahun 1795, berkobar pertempuran antara
kongsi Tai-Kong yang berpusat di Monterado dengan kongsi Sam Tiu Kiu
yang berpusat di Sambas karena pihak Sam Tiu Kiu melakukan penggalian
emas di Sungai Raya Singkawang, daerah kekuasaan Tai-Kong. Tahun 1796,
dengan bantuan kerajaan Sambas, kongsi Sam Tiu Kiu berhasil menguasai
Monterado. Namun seorang panglima sultan bernama Tengku Sambo mati
terbunuh ketika menyerbu benteng terakhir kongsi Tai Kong. Perang ini
oleh rakyat Sambas disebut juga Perang Tengku Sambo. Sampai dengan tahun
1850, kerajaan Sambas yang dipimpin Sultan Abubakar Tadjudin II hampir
jatuh ke tangan perkongsian gabungan Tai Kong, Sam Tiu Kiu dan Mang Kit
Tiu. Kerajaan Sambas meminta bantuan kepada Belanda. Tahun 1851, Kompeni
Belanda tiba dipimpin Overste Zorg yang kemudian gugur ketika perebutan
benteng pusat pertahanan Sam Tiu Kiu di Seminis Pemangkat. Ia
dimakamkan di bukit Penibungan, Pemangkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar